Jumat, 11 Februari 2011

Sebuah demokrasi bangsa(Tugas)

Dalam praktiknya, demokrasi lebih sering berhenti dalam ''pelembagaan formal'' dan belum hadir dalam realitas nyata. Dengan kata lain demokrasi hanya tumbuh dan berkembang dalam tataran ideal (das sollen) belum mewujud dalam tataran realitas. Melihat betapa korupnya para anggota DPR, tak jelasnya lagi alasan hidup partai-partai, kecuali untuk mendapatkan kursi, membuat Goenawan Mohamad (GM) sempat berpikir bahwa demokrasi mengandung disilusi dalam dirinya. Pernyataan Albert Camus, yang amat terkenal, ''All that was is no more, all that will be is not yet, and all that is not sufficient'', kiranya sangat relevan untuk menggambarkan kondisi bangsa saat ini.

Di sisi lain, demokrasi adalah sebuah kenyataan yang bersifat universal, namun dalam rincian dan pelaksanaannya, juga dalam institusinya yang menyangkut masalah struktural dan prosedural tertentu, terdapat variasi yang cukup besar antara berbagai negara demokrasi. Hampir semua bangsa yang mempraktikkannya mempunyai pandangan, pengertian, dan cara-cara pelaksanaannya sendiri yang khas. Selain tuntutan kekhususan budaya yang bersangkutan, hal itu juga karena perbedaan tingkat perkembangan atau kemajuan sebuah bangsa di bidang-bidang lain, seperti ekonomi dan pendidikan. Maka, dengan alasan kenyataan itu, demokrasi bukan suatu sistem sosial politik dengan konsep yang tunggal. Karena itu bangsa Indonesia dapat dibe­narkan untuk mem­punyai pengertian dan cara pelaksanaan sendiri tentang demokrasi.

Demokrasi juga dapat diimbangi dengan usaha perbaikan sambil berjalan, melalui improvisasi berdasarkan pengalaman-pengalaman nyata. Sebab kekuatan demokrasi adalah ketika ia merupakan sebuah sistem yang mampu, melalui dinamika intern-nya sendiri, untuk mengadakan kritik ke dalam dan perbaikan-perbaikannya, berdasarkan prinsip keterbukaan dan kesempatan untuk bereksperimen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar